Munammad SAW dikenal sebagai seorang yang mempunyai akhlak mulia (akhlakul karimah). Kemuliaan akhlaknya diakui oleh kawan atau pun lawan. Keluhuran akhlak inilah yang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kesuksesan beliau, baik sebagai pribadi, pemimpin keluarga, masyarakat, bisnis, militer dan pemerintahan. Pentingnya akhlak atau moral dalam meningkatkan kinerja, bisnis dan suksesnya kepemimpinan seseorang dirumuskan dengan menarik oleh Doug Lennick dan Pred Kiel dalam buku mereka Moral Intelligence, Enhacing Business Performance & amp; Leadershif. Selanjutnya tentang jenis-jenis kecerdasan seperti kecerdasan intelejensia (IQ), kecerdasan emosi (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ), mereka mengintrodusir kecerdasan moral (Moral intelligence) sebagai faktor utama dalam meningkatkan kesuksesan seseorang atau organisasi.
Kecerdasan emosi (emotional intelligence) sebuah konstelasi dari self awarness, self-managemen, social awarness, dan relationship management skills dianggap sebagai sesuatu yang sangat diperlukan untuk menunjang kesuksesan seseorang. Termasuk keberhasilan guru dalam mendidik dan mengajar para siswanya Namun kecerdasan emosi tidak cukup bertahan lama dalam waktu lama. Disinilah pentingnya kecerdasan moral.
Kecerdasan moral adalah kemempuan untuk membedakan antara benar dan salah sebagaimana yang didefinisikan oleh prinsip-prinsip universal. Prinsip-prinsip universal itu sendiri adalah keyakinan-keyakinan tentang perbuatan manusia yang diakui secara umum oleh seluruih budaya di dunia. Dengan demikian, prinsip-prinsip tersebut dapat diterapkan pada semua orang, tanpa membedakan gender, etnis, agama atau domisili (Muhammad Syafii Antonio: 2007).
Era global mendorong Ilmu pengetahuan berkembang secara cepat. Setelah terbit buku Daniel Goleman berjudul Emotional Intellegence kemudian duisusul buku Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf, berjudul Executiv EQ, Emosional Intellegence in Leadership and Organization; membawa implikasi baru dalam pengembangan kepemimpinan.
Para ahli psikologi sepakat bahwa IQ hanya menyumbang sekitar 20 % factor-faktor yang menentukan suatu keberhasilan. Sedangkan 80 persen berasal dari factor lain termasuk didalamnya kecerdasan Emosi (EQ), kecerdasan spiritual (SQ), kecerdasan social, dan kecerdasan lainnya.
Kecerdasan akal yang selama ini dipercaya sebagai ibu kandung modernitas dunia, sepertinya sudah tidak usum lagi. Ada realitas lain yang selama ini dikesampingkan dan dianaktirikan, yaitu emosional dan moral yang berpusat di hati. Perkembangan ilmu pengetahuan terkini, ternyata kecerdasan emosional juga tidak cukup. Kecerdasan emosi lebih berpusat pada rekonstruksi hubungan yang bersifat horizontal (social). Sementara ada dimensi lain yang tidak kalah penting bagi hasanah kehidupan umat manusia yaitu hubungan vertical. Kemampuan untuk membangun hubungan yang bersifat vertical ini disebut kecerdasan spiritual (SQ).
Kecerdasan Spiritual ini pada awalnya dikembangkan oleh Danah Zohar (Harvad University) dan Ian Marshall (Oxpord University), dalam bukunya Spiritual Quotient. (London, 2000).Kecerdasan ini akan mengefektifkan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi (Ari Ginanjar Agustian: 2006)
Kecerdasan yang dikembangkan oleh Danah Zohar dan Ian Marshal masih berkisar pada wilayah biologis dan psikologis semata, maka di Indonesia oleh Ari Ginanjar Agustian EQ, lebih dikembangkan menjadi ESQ (Emotional Spiritual Quotient). Berdasarkan pada kontrol internal dan kesadaran akan adanya Allah SWT yang Maha Melihat dan Maha Mendengar, orang dan pemimpin yang berhasil lahir batin adalah orang yang memiliki tingkat kecerdasan emosiaonal dan spiritual yang tinggi secara seimbang, disertai dengan kemampuan intelektualnya
Kecerdasan intelektual yang tidak diimbangi oleh hati membuat banyak orang silau dan mendewakan kekuatannya setara dengan Tuhan. Karena itu banyak orang celaka dan mencelakakan manusia lainnya.
Kasus yang paling tragis yang menimpa si genius Theodore John Kaczynski Ahli Matematika lulusan Harvard University dan Michigan University. Dengan kecerdasannya , dia merancang teror bom selama 17 tahun. Dengan bom yang diciptakannyanya sendiri dia membunuh 3 orang, melukai 23 orang. Maut yang ditebarkanya selama puluhan tahun tidak sebanding dengan kejeniusannya. Dalam usia 15 tahun dia tamat SMU, usia 16 tahun beroleh beasiswa di Harvad, usia 20 tahun memperoleh gelar sarjana, dan pada usia 21 tahun memperoleh gelar doctor matematika. Berita terkini , Dapid Hartono Wijaya, penerima beasiswa Asean Scholarshif bunuh diri melompat dari lantai lima Gedung Nanyang Tecnological Universiti (NTU) setelah melukai sang Profesor, Singapura. Atau kasus para caleg (calon legislatif) yang kalah dalam tanding mengakhiri hidup dengan cara gantung diri. Sayang, kehebatan IQ nya tidak diimbangi dengan kecerdasan emosionalnya (EQ), apalagi kecerdasan spiritual (SQ).
Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi. Di mata siswa guru merupakan sosok manusia yang harus digugu dan dituru dalam segala aspek kehidupannya. Oleh karenanya, guru harus mampu mengolah semua potensi kecerdasan (IQ,EQ, dan SQ) yang dimilikinya, sehingga segala apa yang dilakukan oleh guru betul-betul terkendali dan bisa digugu dan ditiru (diteladani) baik cara guru dalam bertutur kata, berpakaian, berprilaku, berilmu, bahkan menjadi teladan dalam beribadah.
Semoga Allah membimbing kita menjadi manusia-manusia yang cerdas sehingga sukses dan selamat didunia dan juga diakhirat surga.
Kamis, 29 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar