Bila guru memahami dan mengenal kepribadian anak, maka dengan mudah akan menjadi guru yang disenangi oleh siswa. Dia akan tampil menjadi guru idola, karena anak merasa dihargai dan merasa nyaman belajar.
“Karena perasaan nyaman tersebut, anak akan mengidolakan gurunya,” ujar brand manager Taro, Amalia Sarah Santi saat membuka acara workshop bagi para guru dan orangtua di hotel JW Marriot, Selasa (18/11).
Sarah menegaskan, anak adalah individu yang unik dan dalam keunikan itulah banyak kompetensi yang bisa diasah secara optimal. “Orang tua maupun guru perlu memahami dunai dan kepribadian anak untuk mengembangkan kompetensi mereka dengan cara yang menarik dan menantang, yang akhirnya meningkatkan minat mereka,” jelas dia.
Psikolog Lina Muksin punya pandangan lain. Menurutnya, tiap anak belajar dengan yang berbeda. Dia menyebutkan hasil sebuah riset yang menyatakan bahwa hasil belajar anak berhubungan erat dengan cara yang berbeda pada tiap siswa. “Dengan pendekatan pengajaran yang berorientasi pada anak, diharapkan guru mampu menyediakan pembelajaran yang tepat sesuai kebutuhan tiap siswa, sehingga tercipta suasana kegiatan belajar yang menarik, bebas dari kecemasan dan tekanan. Sehingga tercapai proses belajar mengajar yang efektif,” ungkap Lina.
Suasana belajar yang kurang kondusif dan penuh kecemasan dapat menyebabkan anak
kehilangan motivasi belajar, mogok sekolah, dan mengundang masalah psikologis lainnya.
Lina menambahkan, metode pengajaran yang cenderung menyamaratakan anak, dapat merugikan proses belajar itu sendiri. Ini, lanjutnya, karena tidak semua anak tidak belajar dalam cara dan kece[patan yang sama, sehingga tujuan belajar dalam meningkatkan pengetahuan dan membangun pemahaman mengenai materi tidak optimal.
Lina mengenalkan metode Myers Briggs Type Indicator, yang mengklasifikasikan kepribadian kedalam skala preferensi. Menurutnya, tiap anak didik memiliki cara berbeda dalam sikap belajar. Dicontohkan, anak dengan kecenderungan ekstrovert, akan senang berinteraksi, mudah gaul dan menyenangi beragam kegiatan. Sedangkan anak yang introvet, lebih fokus pada satu kegiatan, senang lingkungan yang tenang dan senang belajar sendiri.
Sementara anak yang berkepribadian sensing (pengamat) senang bekerja dengan detil dan menyukai hal praktis. Tapi anak bertipe intuitive (penghayal) senang dengan tantangan dan hal baru, dan menyukai kegiatan imajinatif/berdaya cipta, kreatif dan penuh inspirasi. Sedangkan anak dengan tipe thinking (pemikir) dalam hal mengambil keputurusan lebih menggunakan logika, tegas, dan tidak sungkan mengkritik. Di sisi lain, anak dengan ciri feeling (perasa), lebih mempertimbangkan orang lain, suka dengan harmonisasi, dan sensitif terhadap kritikan.
Dengan beragam kepribadian anak seperti itu, Lina berharap para guru memahami kondisi kejiwaan siswa sehingga anak akan mampu berkompetensi sesuai dengan tipe masing-masing kepribadiannya.tok/pt:
Rabu, 28 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar